
Merujuk pada sejarah, Natal pertama kali diperkenalkan oleh misionaris Jesuit di Prefektur Yamaguchi pada tahun 1552. Tapi banyak yang meyakini sebenarnya perayaan Natal sudah ada di Jepang sejak tahun 1549, dibawa oleh Saint Francis Xavier datang ke Jepang
Santa Claus mungkin memiliki akar dari Eropa, tetapi bukan berarti ia tidak memberikan kado atau kebahagiaan bagi anak-anak di Jepang. Menurut sejumlah ahli sejarah, kepopuleran Santa Claus di Jepang turut dipengaruhi penyebaran agama Kristen pada abad 16-17 di Jaman Edo.
Suasana Natal, yang identik dengan musim dingin dan salju, ternyata sangat cocok dengan iklim Jepang pada bulan Desember, sehingga memudahkan penyebaran agama, termasuk legenda Santa Claus.
Meski presentasi umat Kristiani di Jepang sendiri masih menjadi minoritas, hanya 1% dari jumlah populasi di Jepang, namun bukan berarti perayaan Natal tidak meriah disana.

Orang Jepang merayakan Hari Natal bukanlah karena memeluk agama Kristen. Sebagai penyuka perayaan dan festival, mereka melakukannya karena menganggap hal itu menarik dan merupakan peluang bisnis yang menguntungkan bagi para pelaku usaha.
Kota-kota di Jepang pun tidak ketinggalan dalam mempersiapkan malam Natal. Akan banyak pohon-pohon cemara yang dihiasi dengan gemerlap lampu-lampu sejak awal bulan Desember.
Perayaan malam Natal di Jepang kadang lebih meriah daripada hari Natal atau pada saat 25 Desember. Ini menjadi salah satu acara tahunan yang paling ditunggu selain perayaan Halloween.
Lagu “Kurisumasu ibu” (Christmas Eve) dari Yamashita Tatsurō sudah selama tiga dekade selalu menghiari chart musik di Jepang selama bulan Desember. Acara-acara televisi pada tanggal 24 Desember akan diisi oleh program-program Natal, sama halnya dengan di Indonesia.